Arsitektur
kuno tidak hanya berpedoman bahwa bangunan didirikan berdasarkan atas alasan
gaib, mistis, atau magis belaka, mereka juga menganalisa realita dan penanganan
praktis permasalahan permukiman serta bangunan-bangunan. Salah satu contohnya yaitu tata bangunan istana atau rumah penduduk di
Jawa Tengah. Susunan ruang rumah adat
Jawa yang terdiri dari Pelataran (njaba),
Pendopo (Siti Hinggil), Pringgitan (Seketeng), dan Dalem (Petanen) tersebut menunjukkan susunan
dan tata arsitektur yang tinggi dan dalam nilai budayanya. Pengertian praktis antara ruang dalam dan
luar, keintiman tertutup keluarga dan keterbukaan bermasyarakat memperoleh
kesatuan yang harmonis. Hal itu
ditunjukkan dengan susunan ruang dalem
sebagai alam sakral dan pendopo sebagai dunia profan, yang
dipisahkan oleh pringgitan.
Sehingga dalam berarsitektur yang ditunjukkan di atas memiliki citarasa
kebudayaan ruang, tata suasana, serta inti berarsitektur yaitu menciptakan suasana.
Rumah Joglo
Pendopo
Dalem
Contoh
lain yaitu sistem rumah panggung yang mencerminkan penyelesaian masalah terhadap
keadaan alam yang tinggi. Pertama, ia sehat, tidak langsung
terkena kelembaban dan serangan binatang-binatang yang mengganggu. Kedua,
dari fisika bangunan, hal itu sangat melindungi bangunan terhadap kelembaban
tropika yang amat ganas dan membusukkan bangunan. Apalagi di daerah-daerah banjir yang tidak
pernah henti. Selain itu, rumah panggung
juga kebal terhadap gempa bumi.
Rumah panggung Kalimantan. Tembus pandang di bawah panggung.
Rumah panggung di negeri Batak. Terdapat keserasian antara rumah-rumah
sebagai wilayah intim keluarga dengan pelataran kampung sebagai ruang saling
berkomunikasi.
Hikmah rumah panggung juga sangat dipahami oleh orang Barat. Mereka menemukan akal untuk menyelamatkan dan
menemukan kembali nilai-nilai persahabatan dengan alam, karena dengan sistem
rumah panggung permukaan bumi tidak hanya diduduki oleh massa-massa bangunan
yang membuat bumi menjadi sempit, pengap dan menyedihkan. Maka prinsip rumah panggung perlu kita
panggil kembali dalam arsitektur Indonesia, dengan memanfaatkan hikmah serta
keuntungan-keuntungan fisik serta teknisnya, dan sekaligus memodernkan
arsitektur Indonesia dalam kerangka kepribadian bangsa.
Rumah panggung dalam wujud modern
Gedung Bank di Jakarta yang dibangun oleh
Belanda pada hakikatnya berkiblat pada rumah panggung juga
Oleh karena itu, kita tidak hanyut begitu saja dalam dunia Barat, tetapi
juga mengolah secara sadar dan mendalam segala sesuatu yang datang, khususnya
dalam berarsitektur. Banyak yang dapat
kita pelajari dari harta pengalaman serta refleksi serba metodis manusia Barat. Namun sebelum itu, kita hendaknya belajar
dulu dari warisan berharga yang telah memperkaya budaya bangsa Indonesia, yang
dampaknya sampai hari ini masih sangat terasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar